Sekadau – Pencemaran Sungai Sekadau akibat dugaan aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) kembali memantik reaksi keras dari berbagai kalangan. Sorotan tajam kali ini datang dari pengamat kebijakan publik nasional, Dr. Herman Hofi Munawar, yang menilai krisis ekologis tersebut sebagai cermin kegagalan tata kelola sumber daya alam di daerah.
“Ini bukan sekadar pencemaran lingkungan. Ini adalah krisis multidimensi—ekologi, sosial, ekonomi, hingga krisis kepercayaan terhadap negara,” tegas Dr. Herman dalam siaran persnya
Dampak pencemaran ini begitu nyata. Ratusan ikan mati, keramba hancur, dan sumber penghidupan petani lokal lenyap dalam sekejap. Sebuah video yang viral di media sosial memperlihatkan sekelompok petani keramba di Sekadau menangis, memohon perlindungan langsung kepada Presiden Prabowo Subianto. Mereka menyebut pemerintah daerah tidak peduli terhadap penderitaan warga.
“Sungai adalah hidup kami, sekarang sudah mati. Kami tidak tahu harus mengadu ke siapa lagi,” ucap salah satu petani dalam video tersebut.
Dr. Herman menilai respons Pemerintah Kabupaten Sekadau dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) tidak mencerminkan rasa tanggap terhadap krisis yang terjadi.
“Publik berhak mempertanyakan: untuk apa ada kepala daerah, DPRD, aparat hukum, bila masyarakat harus mengadu langsung ke Presiden? Di mana fungsi koordinasi, pengawasan, dan penindakan?” kritiknya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa aktivitas PETI bukan hanya pelanggaran administratif, tetapi tergolong kejahatan lingkungan serius. Hal ini diatur dalam berbagai regulasi, termasuk UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Pencemaran Sungai Sekadau diduga telah membawa residu merkuri ke dalam rantai makanan perairan. Dampaknya tak main-main: mulai dari kerusakan otak, gangguan saraf, hingga kelainan bawaan pada bayi.
“Ini bukan hanya soal ikan mati. Ini soal masa depan generasi Sekadau,” ujar Dr. Herman.
Ia melihat kasus ini sebagai kegagalan sistemik dalam kebijakan lingkungan di daerah terpencil—yang ditandai rendahnya partisipasi publik, minimnya sistem pengaduan yang efektif, serta ketiadaan solusi ekonomi bagi para pelaku PETI.
Atas dasar itu, Dr. Herman mendesak Presiden RI, bersama lembaga-lembaga pusat seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Mabes Polri, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk turun langsung melakukan audit lingkungan dan investigasi atas dugaan pembiaran oleh pemerintah daerah dan aparat penegak hukum setempat.
“Tangisan rakyat Sekadau adalah peringatan keras. Negara tidak boleh kalah oleh penambang ilegal. Jika pemerintah tidak hadir, maka kepercayaan rakyat akan benar-benar mati—lebih parah dari ikan-ikan di keramba yang mereka pelihara,” tutupnya. ( Dib/Lai)_